Sabtu, 30 Agustus 2008

TETAPI WAKTU

Ia menepis bulan yang terlambat pergi, ia menepis

matahari. Ia berjalan melintas kabut, menolak-nolak

kabut. Ia tak ingin menyapa embun. Tak perduli

pada angin yang bermain-main di wajahnya, di anak

rambutnya, yang tiba-tiba mendinginkan cuaca.

Ia berjalan menyeberang bukit. Ditinggalkannya

malam, ditinggalkannya pagi – apalagi sepi.


Tak didengarnya cicit burung-burung. Juga

ketika kau menyeru-nyeru namanya, tak

dihiraukannya panggilan itu. Tetapi waktu

yang tak pernah mau menunggu itu

terasa semakin jauh: ketika setiap arah meluruh,

dan setiap jalan menyesatkan tujuan.

Tidak ada komentar: